Selasa, 12 Februari 2013

Dahlan Iskan tidak berwenang tutup BUMN

Dalam masterplan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2012-2014, ada empat perusahaan BUMN yang ditargetkan dilikuidasi tahun ini. Empat perusahaan tersebut adalah Perum Produksi Film Negara (PFN), PT Balai Pustaka, Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) dan Jakarta Lloyd.

Masterplan tersebut sejalan dengan hasil kajian dari Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebutkan banyak perusahaan BUMN yang bermasalah dan tidak memberi keuntungan bagi pemerintah dari sisi bisnis.

Dalam pandangan BPK, BUMN yang tidak memberi keuntungan bagi pemerintah, tidak perlu dipertahankan. Dengan kata lain, BPK menyarankan agar BUMN yang merugi untuk ditutup atau dilikuidasi.

Banyak faktor yang menyebabkan BUMN bermasalah. Salah satunya karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan swasta. Penutupan BUMN yang merugi adalah satu-satunya solusi. Di sisi lain, rekstrukturisasi akan sia-sia. Sebab, BUMN tersebut tetap tidak mampu bersaing dengan swasta.

Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai pemegang tongkat komando perusahaan-perusahaan pelat merah, diinstruksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membangkitkan kinerja dan performa perusahaan BUMN. Setelah lebih dari setahun duduk di kabinet, Dahlan gerah dengan kinerja perusahaan BUMN dinilainya yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Bahasa Dahlan adalah sudah mati hanya belum ada surat kematian.

Dahlan mengaku tidak sabar untuk melikuidasi empat perusahaan BUMN yang dalam masterplan BUMN sudah waktunya dilikuidasi. "Proses administrasi panjang sekali, sebenarnya saya sudah tidak sabar," kata Dahlan.

Dalam proses likuidasi, PT Balai Pustaka direncanakan akan dialihkan menjadi BLU di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya untuk asetnya yang bersifat heritage. Sedangkan aset non heritage dijual/dialihkan (diinbrengkan) kepada BUMN lain.

Untuk Perum PPD juga direncanakan untuk dilikuidasi mengingat perum PPD secara bisnis sudah tidak layak untuk dipertahankan. Pemerintah DKI Jakarta tertarik mengelola Perum PPD.

Sedangkan PFN direncanakan akan dilikuidasi dengan pertimbangan bahwa perusahaan sudah berhenti operasi dan sumber yang tidak mendukung serta tidak memiliki going concern.

Namun, Dahlan tidak berwenang melikuidasi empat perusahaan BUMN tersebut. Wewenang tersebut ada di tangan Agus Martowardojo selaku menteri keuangan dan pemegang saham perusahaan BUMN.

"Likuidasi perusahaan BUMN kewenangannya bukan di menteri BUMN, tapi di menteri keuangan," ungkap pengamat BUMN yang juga mantan sekretaris BUMN Said Didu kepada merdeka.com, Selasa (12/2) malam.

Dahlan tetap memiliki andil dalam proses likuidasi. Dalam proses likuidasi, menteri BUMN menyampaikan kajian dan rencana likuidasi ke menteri keuangan selaku pemegang saham perusahaan pelat merah.

"Ini sesuai dengan PP 41/2002 yang menyebutkan kewenangan likuidasi BUMN tidak diserahkan oleh menteri keuangan ke menteri BUMN," tegasnya.

Said menuturkan, melikuidasi atau menutup perusahaan BUMN bukan tidak mungkin dilakukan. Langkah ini diambil jika secara prospek bisnis dan kesehatan, perusahaan tersebut sulit berkembang.

Dia setuju jika pemerintah mengalihkan pengelolaan perusahaan BUMN. Semisal Balai Pustaka dipegang oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan atau PFN di bawah kementerian komunikasi dan informasi.

Pengalihan pengelolaan masuk dalam skema likuidasi. "Karena berubah statusnya bukan BUMN lagi," katanya.

Sebelum melakukan likuidasi, lanjut Said, pemerintah perlu memperhatikan dan mengkaji lagi mengenai beban pemerintah yang harus ditanggung dari likuidasi tersebut. Namun, pihaknya tidak bisa menyebutkan beban yang ditanggung pemerintah untuk melikuidasi 1 perusahaan BUMN.

"Sesuai dengan UU PT saja. Saya tidak tahu datanya, harus diaudit lagi," ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar